Friday, 22 July 2016

Wakalah

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang

Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya mengetahui akad dalam muamalah yang sekarang ini akan dibahas dalam makalah kelompok kami, yang semua itu sudah ada dan diatur dalam al-Quran, Hadist, maupun Ijma. Untuk mengetahui tentang hukum wakalah, sumber-sumber hukum wakalah, dan bagaimana seharusnya wakalah diaplikasikan dalam Perbankan Syariah.
Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam dunia perekonomian di indonesia, khususnya dalam Perbankan Syariah, karena dalam perbankan dapat ditemui transaksi yang berhubungan dengan masalah penagihan maupun pembayaran. Hukum wakalah adalah boleh, karena wakalah dianggab sebagai sikap tolong menolong antar sesama, selama wakalah tersebut bertujuan kepada kabaikan.
  1. Rumusan Masalah

  1. Apa itu Wakalah?
  2. Bagaimana Hukum, Syarat, Rukun, dan Manfaaat Wakalah?
  3. Bagaimana berakhirnya Wakalah?
  4. Bagaimana Wakalah dalan Perbankan Syariah?
  1. Tujuan

Dari uraian diatas dapat kita rumuskan rumusan masalah sebagai berkut.
  1. Memahami pengertian wakalah dan dasar hukumnya.
  2. Mengetahui syarat, rukun, dan manfaat wakalah.
  3. Mengetahui bagaimana wakalah dapat berakhir.
  4. Memberitahu praktik wakalah dalam Perbankan Syariah.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Wakalah

  1. Pengertian Wakalah
Secara bahasa kata al-wakalah atau al-wakilah bearti al-Tafwidh (penyerahan, pendelegasian, dan pemberian mandat).1
Dalam Fiqh Islam wakalah dikenal sebagai sebuah akad tolong menolong antar pribadi baik dalam masalah pidana maupun perdata. Wakalah dipraktikkan oleh dua orang yang saling beriktikad baik mengikatka diri mereka untuk mengadakan perjanjian menyangkut pendelegasian wewenang dan kewajiban. Seseorang menyerahkan wewenang untuk menangani sesuatu dan seorang yang lain siap untuk mengemban wewenang tersebut.2
Wakalah dalam arti istilah didefinisikan oleh para ulama sebagai berkut.3
  1. Menurut Malikiyah
Wakalah adalah penggantian oleh seseorang terhadap orang lain di dalam hakikat dimana ia melakukan tindakan hukum seperti tindakannya. Tanpa mengikatkan penggantian tersebut dengan apa yang terjadi setelah kematian.
  1. Menurut Sanafiyah
Wakalah adalah penempatan seseorang terhadap orang lainn di tempat dirinya dalam suatu tasarruf yang dibolehan dan tentu, dengan ketentuan bahwa orang yang mewakilkan termasuk orang yang memiliki hak tasarruf.
  1. Menurut Syafi’yah
Wakalah adalah penyerahan oleh seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu yang ia berhak mengerjakannya dan sesuatu itu bisa digantikan untuk dikerjakannya pada masa hidupnya.
  1. Menurut Hanabilah
Wakalah adalah penggantian oleh seseorang yag dibolehkan melakukan tasarruf kepada orang lain yang sama-sama dibolehkan melakukan tasarruf dalam perbuatan yang bisa digantikan baik berupa hak Allah maupun hak manusia.
Dari definisi yang dikemukakan oleh para ulama mazhab tersebut dapat dipahami bahwa secara substansi hampir tidak ada perbedaan antara para ulama tersebut, yaitu wakalah adalah suatu akad dimana pihak pertama menyerahkan kepada pihak kedua untuk melakukan suatu perbuatan yang bisa digantikan oleh orang lain pada masa hidupnyadengan syarat-syarat tertentu.4
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun, karena satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seoarang (muwakil) itu ialah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti oraang gila atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya. Contoh lain seorang terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya.
  1. Dasar Hukum Wakalah
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusan secara pribadi. Ia membutuhkan orang lain untuk menggantikan yang bertindak sebagai wakilnya. Kegiatan wakalah ini, telah dilakukan oleh orang terdahulu seperti yangyang dikisahkan oleh al-Quran tentang ashabul kahfi, dimana ada seorang diantara mereka diutus untuk mengecek keabsahan mata uang yang mereka miliki ratusan tahun di dalam gua.
Islam membolehkan adanya perwakilan (wakalah) dengan melihat kepada ayat-ayat Al-Qur’an atau  Hadist yang menunjukan adanya perwakilan di dalam Islam.

  1. Al-Qur’an
وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا……
 “…pengurus-pengurus zakat” (QS. At-Taubah [9]: 60)

فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا……
“…Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu” (QS. Al-Kahfi [18]: 19)

قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الأرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
Berkata Yusuf “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” (QS. Yusuf [12]: 55).

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا             
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. ” (QS. al-Nisa’ [4]: 58).

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا                             
Dan jika kalian khawatirkan terjadi persengketaan di antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga wanita. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. An-Nisa’ [4]: 35).

  1. As-Sunnah
Rasullulah SAW semasa hidupnya pernah memberikan kuasa kepada sahabatnya dan banyak hadist yang menunjukan dibolehkannya praktek wakalah. Hadist tersebut diantaranya:
وَعَنْ سُلَيْمَانَ بْنَ يَسَارٍ ,اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ اَبَارَافِعٍ مَوْلَهُ وَرَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ, فَزَوَّجَاهُ مَيْمُوْنَةَ بِنْتَ الْحَارِثِ, وَهُوَ بِالْمَدِيْنَةِ قَبْلَ اَنْ يَخْرُجَ

Dan dari Sulaiman bin Yasar: Bahwa Nabi saw, mengutus Abu Rafi’, hamba yang pernah dimerdekakannya dan seorang laki-laki Anshar, lalu kedua orang itu menikahkan Nabi dengan Maimunah binti Harits dan pada saat itu (nabi saw) di Madinah sebelum keluar (ke mieqat Dzil Khulaifah). (HR Maliki dalam Muwaththa’)

عَنِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنِ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam bersabda kepada Unais, “Pergilah hai Unais, kepada wanita tersebut. Jika ia mengakui perbuatannya, rajamlah dia.” (HR Bukhari)

عَنْ عُرْوَةَ بْنِ اَبِيْ اْلجَعْدِ اْلبَارِقِيْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهُ دِيْنَارًا لِيَشْتَرِيَ بِهِ لَهُ شَاةً، فَاشْتَرَى لَهُ بِهِ شَاتَيْنِ, فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِيْنَارٍ وَجَاءَهُ بِدِيْنَارٍ وَ شَاةٍ، فَدَعَالَهُ بِالْبَرَكَةِ فِيْ بَيْعِهِ، وَكَانَ لَوِاشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فِيْهِ.
Dari ‘Urwah  bin Abil Ja’d Al-Bariqie: Bahwa Nabi saw (pernah) memberikan uang satu dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau, lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu dinar. Ia pulang membawa satu dinar dan satu ekor kambing. Nabi s.a.w. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanah pun, ia pasti beruntung.” (H.R. Bukhari).
Wakalah juga sebagai bentuk tolong menolong yang diridhai Allah, ini berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang artinya:
وَاللهُ فِى عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ
Dan Allah (akan) menolong hambaNya selama hamba-hambanNya mau menolong saudara-saudaranya”.

  1. Ijma’
Ulama telah sepakat (ijma’) untuk memperbolehkan muslim melakukan akad/perjanjian wakalah, karena termasuk jenis ta’awun (tolong-menolong) atas dasar kebaikan dan taqwa, yang sangat dianjurkan Al-Qur’an dan Rasullah SAW.
Para ulama pun bersepakat dengan ijma’ atas dibolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk dalam jenis ta’awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong menolong diserukan dalam Al-Qur’an  dan disunahkan oleh Rasulullah saw :

وتعاونوا علي البر والتقوي ولا تعاونوا علي الاثم والعدوان.....

Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan....”
  1. Rukun Wakalah5
Menurut Hanafiyah, rukun wakalah hanya satu, yaitu sighat atau ijab dan qabul. Sedangkan jumhar ulama selain hanafiyah berpendapat bahwa rukun wakalah ada empat, yaitu :
  1. Muwakkil atau orang yang mewakilkan,
  2. Muwakkal atau wakil,
  3. Muwakkal fih atau perbuatan yang diwakilkan, dan
  4. Shigat atau ijab dan qabul.
  1. Syarat Wakalah
  1. Menurut Malikiyah6
Ulama Malikiyah menyatakan bahwa syarat-syarat yang berkaitan dengan wakil dan muwakil ada tiga macam, yaitu sebagai berikut.
  1. Merdeka. Dengan demikian, wakalah tidak sah antara orang merdeka dengan hamba dan antara hamba dengan hamba.
  2. Cerdas (ar-rusyd). Dengan demikian, wakalah tidak sah antara orang yang safih dan orang yang cerdas atau antara safih dengan safih.
  3. Dewasa (baliq). Dengan demikian, wakalah tidak saha antara anak dibawah umur dan orang dewasa, dan antara anak dibawah umur dengan anak dibawah umur, kecuali apabila ia seorang wanita yang masih kecil dan sudah menikah, dan ia ingin menggugat suaminya atau walinya, dalam hal ini wakalh bisa diterima.
Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan perkara yang diwakilkan (muwakil fih) hanya satu macam, yaitu bahwa perkara-perkara tersebut harus berupa perkara yang diterima oleh syara’ dan tidak harus dilakukan sendiri. Dengan demikian, seorang boleh mewakilkan kepada orang llain dalam akad jual beli, sewa menyewa, nikah, mudharabah.
Adapun syarat shigat akad wakalah maka ada 3 masalah
  1. Shigat dilihat dari sisi orang yang mewakilkan
Tidak ada syarat tertentu sehingga boleh saja redaksinya “Saya mewakilkan kepadamu”, atau “Engkau mewakili saya”, atau “lakukan tindakan hukum untuk saya”. Bagi orang yang bisu bisa juga dengan isyarat.
  1. Shigat dilihat dari sisi wakil
Isyarat shigat harus disertai dengan kata-kata yang menunjukan diterimanya wakalah.
  1. Shigat dilihat dari sisi perkara yang diwakilkan
Isyarat harus menunjukkan bahwa perkara yang diwakilkan itu disebut dengan jelas, baik wakalah tersebut sifatnya umum atau khusus. Apabila perkara yang diwakilkan itu tidak jelas, dan tidak ada qanariyah yang menunjukkan kepada perkara itu, maka wakalah hukumnya tidak sah.
  1. Munurut Hanafiyah7
  1. Syarat Muwakil
  1. Tasarruf yang betul-betul merugikan seperti talak, hibah, dan wasiat. Dalam hal ini tasarruf-nya tidak sah sama seklai, dan oleh karenanya tidak bisa diwakilkan.
  2. Tasarruf yang betul-betul menggantungkan, seperti menerima hibah atau wasiat. Dalam hal ini tasarruf-nya hukumnya sah, walaupun tiidak diizinkan oleh walinya, dan oleh karenanya makan sah pula diwakilkan.
  3. Taasarruf yang mungkin menguntungkan dan mungkin pula merugikan, misalnya melakukan jual beli dan ijarah. Dalam hal ini asarruf-nya hukumnya sah apabila diizinkan oleh walinya, dan oleh karenanya maka bisa diwakilkan.
  1. Syarat Wakil
  1. Berakal
  2. Mengetahui tugas atau perkara yang diwakilkan kepadanya.
  1. Syarat perkara yang diwakilkan
  1. Bukan meminta hutang.
  2. Bukan hukuman had yang tidak diisyaratkan pengaduan, seperti had zia.
  1. Syarat Shigat
  1. Shigat khusus
Ucapan muwakil “saya wakil kepadamu untuk membeli rumah ini,”
  1. Shigat umum
Ucapan muwakil “kamu adalah wakilku dalam segala sesuatu.”
  1. Menurut Syafi’ah8
Ulama-ulama syafi’iyah berpendapat bahwa orang yang mewakilkan (muwakkil) harus memiliki kecakapan untuk melakukan pekerjaan yang akan diwakilkannya kepada orang lain, dengan pengertian bahwa apabila pekerjaan tersebut dilakukannya sendiri maka hukumnya sah. Apabila ia tidak memiliki kecakapan tersebut, maka wakalah-nya tidak sah. Disampin syarat untuk muwakkil, syarat tersebut juga berlaku untuk wakil, yaitu bahwa wakil juga harus mampu melakukan tasarruf dalam perkara yang akan diwakilinya, wakil harus tertentu dan jelas. Apabila wakil tersebut tidak jelas, misalnya : “Saya wakilkan kepada salah seorang diantara kalian berdua”, maka wakalah-nya tidak sah.
Adapun syarat-syarat untuk muwakkal fih (perkara yang diwakilkan) sebagai berikut.
  1. Perkara yang diwakilkan harus disebut jelas
  2. Perkara tersebut bisa digani. Perkara tersebut meliputi penetapan akad atau membatalkannya, seperti jual beli, hibah, wasiat, hiwalah, dan lai-lain.
  3. Mukallah fih dimiliki oleh muwakkil.
  1. Menurut Hanabilah
Ulama-ulama Hanabilah mensyaratkan bahwa orang yang mewakilkan (muwakil) harus mampu melakukan tasarruf dalam perkara yang diwakilkannyakepada orang lain. Hal ini dikarenakan seseorang yang tidak sah melakukan sendiri tasarruf-nya, tidak sah diwakilkan oleh orang lain. Namun demikian, ada beberapa pengecualian dalam keadaan yang sifatnya darurat, antara lain sebagai beriku.
  1. Muwakkil adalah orang yang buta yang dilarang melakukan tasarruf dalamm akad-akad yang objeknya perlu dilihat, seperti jual beli dan ijarah, tetapi ia diperbolehkan mewakilkannya kepad orang lain.
  2. Seorang wanita dibolehkan mewakili orang lain dalam menjatuhkan talaknya, sementara ia (wanita) tidak dibolehkan menjatuhkan talaknya sendiri.
Adapun muwakkal fih (perkara yang diwakilkan) meliputi semua hak manusia yang berkaitan dengan akad, seperti jual beli, sewa menyewa, mudharabah, qard, pembebasan, talak, rujuk, hiwalah, syirkah, dan lai-lain. Demikian pula penguasaan dan pemilikan benda-benda mubah, seperti berburu, megambil kayu bakar. Sedangkan dalam akad yang tidak bisa digantikan, seperti zhihar, sumpah, li’an, nadzar, dan semacamnya, wakalah-nya tidak sah.
Adapun shigat akad dalam wakalah semua lafal yang menunjukkan persetujuan untuk melakukan tasarruf, seperti “Saya wakilkan kepadamu, atau saya serahkan kepadamu untuk melakukan pekerjaan ....”. sedangkan Shigat qabul (penerima) boleh dengan setiap lafal atau perbuatan yang menunjukkan qabul.
  1. Hikmah Wakalah
Pada hakikatnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat. Oleh karena itu, baik muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang yang mewakili) yang telah melakukan kerja sama/ kontrak wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan kewajibannya, saling percaya,dan menghilangkan sifat curiga dan berburuk sangka. Dari sisi lain, dalam wakalah terdapat pembagian tugas, karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjalankan pekerjaannya dengan sirinya sendiri. Dengan mewakilkan kepad orang lain, maka muncullah sikap saling tolongmenolong da memberikan pekerjaan bagi orang yang sedang menganggur. Dengan demikian, si muwakkil akan terbantu dalam menjalankan pekerjaannya dan si wakil tidak kehilangan pekerjaannya disamping akan mendapat imbalan sewajarnya.9
  1. Berakhirnya Wakalah

Transaksi wakalah dinyatakan berakhir atau tidak dapat dilanjutkan dikarenakan oleh salah satu sebab dibawah ini :

  1. Meninggalnya salah seorang dari orang yang melakukan akad atau gila. Hal tersebut dikarenakan diantara syarat-syarat wakalah adalah pelaku harus hidup dan berakal.10
  2. Wakil mengundurkan diri dari tugas wakalh. Dalam hal ini muwakkil tidak perlu tahu tentang pengunduran dirinya itu. Akan tetapi, menurut Hanafiyah supaya tidak merugikan, diisyaratkan muwakkil harus mengetahui pengunduran diri si wakil.
  3. Telah selesainya pekerjaan yang dimaksudkan dengan wakalah.
  4. Keluanya orang yang mewakilkan (muwakkil) dari status pemilikan.11
  1. Wakalah dalam Perbankan Syariah12

Dalam Perbankan Syariah, praktik wakalah dapat ditemui pada transaksi yang berhubungan dengan masalah penagihan maupun pembayaran, antara lain :
  1. Kliring, proses penagihan warkat-warkat bank yang dilakukan oleh bank di dalam suatu wilayah kliring tertentu untuk menyelesaikan transaksi antar nasabah mereka.
  2. Inkaso, proses penagihan warket bank yang dilakukanoleh bank-bank yang berada di luar wilayah kliring untuk penyelesaian transaksi antar nasabah mereka.
  3. Transfer, adalah transaksi kiriman uang antar bank dalam negeri maupun luar negeri untuk kepentingan nasabah maupun pihak bank sendiri.
  4. Cpmmercial Documentary Collection, transaksi yang berkaitan dengan jasa penagihan dan dokumen-dokumen ekspor impor sehubungan dengan pembukaa letter of credit impor oleh nasabah suatu bank.
  5. Finacial documentary collection, adalah jasa penagihan yang diberikan bank kepada nasabah atas warket-warket yang tertarik di bank lain untuk kepentingan nasabah.

Atas semua bentuk ransaksi diatas, pihak bank berfungsi sebagai wakil dari nasabah untuk bertindak atas nama dan kepentingan nasabah, melakukan penagihan maupun pembayaran. Apabila pihak bank telah menjalankan instruksi sesuai dengan batas-batas umum da prinsip-prinsip operasional perbankan yang berlaku, jika terjadi penagihan yang tidak berhasil atau pengiriman uang tidak sampai kepada pihak penerima, maka pihak bank tidak dapat dituntut tanggungjawabnya.
Namun, biasanya pihak bank akan membantu secara moril untuk menelusuri permasalahan sehingga didapatkan informasi yang tepat dan memuaskan nasabah. Untuk itu nasabah akan dikenakan biaya sesuai dengann biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam menelusuri permasalahan yang timbul atas pelaksanaan wakalah.
BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan

Wakalah adalah suatu transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan perkaranya ketika masih hidup. Ijma ulama membolehkan wakalah, karena dipandang sebagai bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang diperintahkan oleh Allah Swt. Dan rasul-Nya. Wakalah dianggab sah, jika memenuhi rukun dan syaratnya.
Dalam perbankan syariah wakalah dapat ditemui pada transaksi yang berhubungan dengan masalah penagihan maupun pembayaran. Jika terdapat pengriman uang tidak sampai kepad pihak penerima, maka pihak bank tidak dapat bertanggungjwab. Namun, pihak bank tetap akan membantu moril untuk menelusuri permasalahan sehingga didapatkan informasi yang tepat mengenai alasan pengiriman tidak sampa pada pihak penerima.
  1. Kritik dan Saran

Demikian makalah ini kami buat, namun pastinya masih mempunyai banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami berharap para pembaca sudi dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis, khususnya juga kepada para pembaca. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini mohon dimafkan. Sekian dan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

   Afandi, Yazid. 2009. Fiqh Muamalah. Yagyakarta: Yogung Printika.
   Rahman Ghazaly, Abdul dkk. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
  Wardi Muslich, Ahmad. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: AMZAH.
1 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group), h. 187
2 Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta:Logung Printika), h. 203
3 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta:AMZAH), h. 417
4 Ibid
5 Ahmad, Fiqh ......., h. 422
6 Ibid, h. 425
7 Ahmad, Fiqih ......., h. 422
8 Ibid, h. 427
9 Abdul Rahman, dkk, Fiqh ......., h.191.
10 Ahmad, Fiqh ......., h. 432.
11 Abdul Rahman, Fiqh ......., h,190.
12 Yazid, Fiqh ......., h. 213.

0 komentar:

Post a Comment