Oleh:
Hasaniah Zulfiani
S. Puji Nugroho
Baroroh Annis
Yuci Analia O
Dewi Hasanah B
A.
KASUS
X adalah satu-satunya
anak yang tidak bisa naik sepeda motor di kelasnya, dia lebih memilih naik bus transjogja
untuk menuju kekampusnya. Bukan karena dia dari keluarga yang tidak mampu, keluarga
X bisa dibilang ekonominya menengah ke atas.
Setelah diwawancarai, ternyata
X sebenarnya takut untuk mengendarai sepeda motor dikarenakan dia pernah
mengalami kecelakaan. Awalnya X dalam mengendarai motor merasa biasa saja
kemana pun ia pergi, namun suatu hari ketika ia mengendarai motor dan ditengah
perjalanannya terjadi kecelakaan hebat yang membuat X mengalami patah tulang
pada tangan dan harus dirawat di rumah sakit selama 1 bulan. Kecelakaan itulah yang
membuatnya sampai saat menjadi takut dan cemas dalam mengendarai motor.
Hal ini bermula saat X
masih duduk di bangku SMP. Niat hati dia akan belajar kelompok di rumah salah
satu temannya sebut saja R. Ketika itu si X masih merupakan pengendara pemula.
Maksud dari pemula ini adalah baru bisa mengendarai sepeda motor, dia masih
agak gugup ketika berpapasan dengan kendaraan lain. Rumah si R terletak di
dekat jalan raya yang ramai, dan membuat si X harus menyeberang dulu untuk
kerumahnya.Saat X menyeberang ada seorang pengendara sepeda motor yang lain
melawan arah sehingga dia terkejut dan menghindarinya dengan arah ke kanan, dan
tanpa dia sadari ada sebuah mobil dan menabrak dia. Mulai dari kejadian itulah
si X tidak mau dan tidak berani lagi untuk menaiki sepeda motor.
B.
PENTINGNYA PERSPEKTIF BEHAVIORISTIK
Teori behavioral adalah suatu
sudut pandang psikologi yang menekankan kajian ilmiah berbagai respons perilaku
yang dapat diamati dan penentu lingkungannya.
Dengan kata lain, pendekatan perilaku memusatkan pada interaksi dengan
lingkungan yang dapat dilihat dan diukur. Prinsip-psinsip pendekatan perilaku
juga telah diterapkan secara luas untuk membantu orang-orang mengubah perilakunya
ke arah yang lebih baik (Martin & Pear, 2007: Watson & Tharp,2007). Sudut
pandang behavioral melihat perilaku itu sendiri sebagai permasalahnnya. Dengan
menggunakan prinsip dasar belajar, teoretikus behavioral melihat baik perilaku
normal maupun abnormal sebagai respon dari berbagai stimulus-respon yang telah
dipelajari melalui pengalaman masa lalu dan saat ini diarahkan oleh stimulus
dalam lingkungan individu.
Dalam mengubah perilaku manusia menggunakan adanya stimulus dan respon,
dan untuk memperkuat perilaku di lingkungan behavioral menggunakan
reinforcement serta menghilangkan perilaku yang tidak baik menggunakan
punishment.
Dalam
perspektif ini juga kita dapat mengetahui bahwa tingkah laku manusia merupakan
hasil pembawaan dari genetis dan pengaruh lingkungan situasional.
Jadi
perspektif behavioristik ini penting dalam mengetahui perilaku normal dan
abnormal manusia dilihat dari tingkah laku yang dapat diamati dan merupakan
hasil dari genetis dan pengaruh lingkungan serta perspektif ini dapat mengubah
suatu perilaku menjadi lebih baik dengan memberikan reinforcement dan punistmen
yang tidak dapat dilakukan oleh perspektif lainnya.
C. PENGERTIAN
SEHAT DAN SAKIT MENURUT PESPEKTIF
·
Sehat
menurut perspektif
Sehat menurut perspektif adalah
kesesuian antara stimulus yang diberikan dengan respon yang dikehendaki.
Sehat menurut teori behavioral adalah pribadi
yang dapat merespon stimulus di lingkungan secara tepat dalam bertingkah laku
untuk memenuhi kebutuhannya dan dapat mengembangkan reinforcer internal
disamping eksternal serta memiliki control diri yang memadai.
·
Sakit
menurut perspektif
Sakit merurut behavioral adalah apabila
tingkah laku individu kurang/ tidak memuaskan sehingga membawa konflik diri
dengan lingkungannya. Dengan kata lain disebut perilaku maladaptif (perilaku
yang tidak tepat) yang terbentuk melalui proses interaksi dengan lingkungannya.
Sakit menurut perspektif adalah
kelainan tingkah laku karena kegagalan belajar yang membuat respon menjadi
tidak tepat. Kegagalan belajar itu dapat berupa :
1.
Kesalahan penguatan; pilihan respon yang tepat,
tetapi reinsforcement yang diterima secara tidak
benar sehingga organisme cenderung memakai respon yang tidak dikehendaki.
2.
Kesalahan memahami stimulus; akibatnya akan terjadi pembentukan tingkah laku yang
tidak dikehendaki.
3. Merespon secara salah; terkait
ketidakmampuan mengenali penanda spesifik suatu stimulus, sehingga pada
akhirnya mengembangkan respon yang salah karena justru respon itu yang mendapat
reinsforcemen. Reinsforcemen yang
diterima oleh seseorang salah dipahamim
oleh seseorang itu sehingga menimbulkan perilaku abnormal.
D.
DINAMIKA
SEHAT DAN SAKIT
Classical
Conditioning (Ivan Pavlov)
Ivan Pavlov menemukan
refleks yang terkondisi atau disebut respons terkondisi (conditioned response) yang penemuannya secara tidak sengaja. Pavlov
menggunakan eksperimen dengan subjek anjing untuk mempelajari respons air liur
mereka terhadap makanan. Menurut Pavlov binatang akan mengeluarkan air liur dan
menghasilkan cairan lambung sebelum mereka mulai makan. Dan ternyata respons
tersebut ditimbulkan ketika asisten laboratoriumnya mendorong kereta makanan.
Kemudian Pavlov memulai
percobaannya bahwa binatang dapat belajar untuk mengeluarkan air liur sebagai
respons terhadap stimulus lainnya, seperti suara bel, karena anjing tidak
biasanya mengeluarkan air liur karena suara bel. Pavlov beralasan bahwa mereka
telah mempelajari respons terkondisi (conditioned
response) atau refleks-refleks yang terkondisi, dan telah dipasangkan
dengan stimulus yang disebut stimulus tidak terkondisi (unconditioned stimulus). Keluarnya air liur karena makanan, suatu
respons yang tidak dipelajari, yaitu disebut respons tidak terkondisi (unconditioned response), dan bel yang
sebelumnya merupakan stimulus yang netral disebut sebagai stimulus terkondisi (conditioned stimulus).
Contoh dalam perilaku
manusia yaitu fobia atau ketakutan yang berlebihan. Seseorang mungkin tidak
berani untuk menaiki atau menggunakan lift dikarenakan mempunyai pengalaman traumatis
pada lift. Stimulus yang sebelumnya netral (lift), dipasangkan dengan stimulus
yang menyakitkan (trauma), yang menyebabkan respons yang terkondisi (fobia).
Perspektif
behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan perilaku normal
maupun abnormal. Dari perspektif belajar, perilaku abnormal mencerminkan
perolehan, atau pembelajaran dari perilaku yang tidak sesuai dan tidak adaptif.
Perilaku abnormal bukanlah simtomatik dari apapun. Perilaku abnormal itu
sendiri merupakan masalah. Faktor situasional merupakan alasan perilaku
abnormal itu terjadi. Seperti riwayat belajar mereka yang mungkin berbeda dari
kebanyakan orang. Sebagai contoh, pengasuhan anak yang buruk, seperti kurangnya
rewards atau penghargaan untuk perilaku baik dan hukuman atau pusnishment untuk
perilaku yang buruk, mungkin bisa menimbulkan perilaku antisosial. Menurut
tokoh-tokoh dari perspektif behavioristik, bahwa perilaku manusia merupakan
hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional.
Classical
conditioning juga disebut teori belajar Pavlov,belajar
merupakan perubahan perilaku sebagai akibat interaksi antara stimulus dengan
respons. Contoh proses pembelajaran disekolah. Pembelajaran dipandang sebagai suatu
aktivitas alih atau transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Terlihat bahwa
peran guru dipandang sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Kedudukan siswa
dalam pembelajaran behaviorisme awalnya adalah orang yang tidak tahu apa-apa,
dan karena itu perlu diberitahu oleh guru. Dengan demikian perubahan perilaku
siswa harus bersesuaian dengan apa yang dikehendaki oleh guru. Apabila perilaku
siswa tidak sesuai dengan perilaku guru maka dipandang sebagai error behavior
yang perlu diberikan ganjaran.
Jadi dinamika sehat menurut behavioristik yaitu perilaku yang
ditimbulkan karena kesesuaian antara stimulus yang diberikan dengan respon yang
terkondisikan dan dilakukan berulang kali. Stimulus netral tidak menghasilkan
respon apapun, namun ketika respon tak terkondisi dihasilkan dari stimulus yang
tak terkondisi juga karena respon tersebut tidak dipelajari. Suatu stimulus
netral diasosiasikan dengan stimulus tak terkondisi (unconditional stimulus)
akan menjadi stimulus terkondisi dan menghasilkan respon terkondisi (conditional
respon). Apabila perilaku dari respon terkondisi (conditional respon)
sesuai dengan stimulus terkondisi (conditional stimulus) maka dipandang
sebagai perilaku yang sehat.
Dan apabila suatu tingkah laku yang dihasilkan dari respon yang
terkondisikan tidak sesuai dengan stimulus yang terkondisi maka dipandang
sebagai perilaku abnormal atau sakit. Respon tersebut dihasilkan dari stimulus
terkondisi yang terganggu atau merespon secara salah karena ketidakmampuan
dalam merespon suatu stimulus. Reaksi dari stimulus dan respon yang terganggu akan menunjukkan
suatu perilaku yang dapat mengganggu individu untuk melakukan tugasnya dalam
kegiatan sehari-hari.
Beberapa
treatmen atau terapi yang dapat digunakan dalam perspektif behavoristik yaitu:
1. Pengondisian
Aversif
Pengondisian aversif merupakan bentuk
terapi yang menurunkan frekuensi dari perilaku yang tidak diinginkan dengan
memasangkan stimulus aversif atau tidak menyenangkan dengan perilaku yang tidak
diinginkan. Contohnya terapis perilaku dapat menggunakan pengondisian aversif
dengn memasangkan alcohol dengan sebuah obat yang dapat menimbulkan rasa mual
dan muntah. Setelah kedua hal tersebut dipasang selama beberapa kali, orang
tersebut akan mengasosiasikan alcohol dengan muntah dan tidak lagi memandang
alcohol sebahai hal yang menarik.
2. Desensitasi
Sistematis
Desensitasi sistematis
merupakan teknik behavioral ketika stimulus yang menghasilkan kecemasan yang
dimunculkan secara bertahap dan dipasangkan dengan relaksasi untuk
menghilangkan respon terhadap kecemasan. Desensitisasi
sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan
untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien
untuk rileks.
F.
JURNAL
Judul : Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok
Pada Remaja
Penulis : Dian Komasari dan Avin Fadilla Helmi
·
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut
pandang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
·
Bagi ibu hamil, rokok menyebabkan kelahiran
prematur, berat badan bayi rendah kecacatan. Dan mungkin mengalami gangguan
dalam perkembangan
·
Sensivitas ketajaman penciuman dan pengecapan
para perokok berkurang bila dibandingkan dengan non-perokok.
·
Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya dampak
negatif dari perilaku merokok tetapi perilaku merokok bagi kehidupan manusia
merupakan kegiatan yang “fenomenal”. Artinya, meskipun sudah diketahui akibat
negatif dari merokok tetapi jumlah perokok bukan semakin menurun justru malah
semakin meningkat.
·
Para pemula biasanya mengabaikan perasaan ingin
merokok tersebut, namun berlanjut menjadi kebiasaan, dan akhirnya menjadi
ketergantungan.
·
Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai
kenikmatan yang memberi kepuasan psikologis. Gejala ini dijelaskan dari konsep
tabacco dependency (ketergantungan rokok). Hal ini disebabkan sifat nikotin
adalah adiktif, jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan stres.
·
Dalam penelitian ini ada 3 faktor penyebab
perilaku merokok pada emaja yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif orang tua
terhadap perilaku merokok remaja, dan pengaruh teman sebaya.
·
Perilaku merokok adalah perilaku yang
dipelajari. Proses belajar dimulai dari masa kanak-kanak, sedangkan proses
menjadi perokok pada masa remaja.
DAFTAR
PUSTAKA
Davidson Gerald C, John M. Neale & Ann M. Krig. 2010. Psikologi
Abnormal. Jakarta: Pers.
Feldmen Robert S. 2012. Pengantar Psikologi.
Jakarta: Salemba Humanika.
Nevid Jeffrey S, Spencer A.
Rathus & Beverly Greene. 2003. Psikologi
Abnormal. Jakarta: Erlangga
0 komentar:
Post a Comment