Latar
Belakang Aliran Qadariah
Islam
merupakan agama yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk seluruh
umat manusia dimuka bumi. Inti pokok ajarannya adalah tauhid (keesaan),
mengesakan Allah, atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, satu. Masalah
pertama yang muncul dalam umat islam adalah terdapat beberapa aliran teologi karena
banyak perbedaan pendapat antara ulama satu dengan yang lain dalam memahami
ayat-ayat al-Qur’an, yang menyebabkan kaum muslimin terpecah menjadi beberapa
golongan atau kelompok. Aliran teologi tersebut adalah Khawarij, Murji’ah,
Mu’tazilah, dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Saat kaum Khawarij muncul, muncul
juga kelompok setia Ali bin Abi Thalib yaitu Syi’ah.
Khawarij aliran
ini menganggap orang yang melakukan tahkim (arbitrase) adalah orang yang
menentukan hukum tidak sesuai dengan al-Qur’an. Tindakan semacam ini adalah
tindakan orang kafir. Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 44:
“Barang
siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah SWT, maka mereka
itu adalah orang-orang yang kafir.”
Murji’ah
aliran ini menganggap muslim yang berbuat dosa besar tidak kafir dan ia tetap
mukmin. Masalah dosa besar diserahkan kepada Allah SWT, apakah Allah akan
mengampuni atau tidak.
Mu’tazilah
aliran ini menganggap muslim yang berbuat dosa besar tidak kafir dan tidak
mukmin. Ia berada ditengah diantara keduanya (al-manzilah bain al-manzilatain)
Ahlussunnah Wal Jamaah
ialah kaum yang menganut pemahaman yang dianut oleh Nabi Muhammad SAW dan juga para sahabat beliau.
Selain
lima aliran tersebut Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
dan Syi’ah, masih ada aliran yang lain yaitu qadariah dan jabariah. Aliran ini
bertentangan satu sama lain. Aliran ini muncul karena adanya perbedaan pendapat
tentang perbuatan manusia, apakah manusia bebas dalam melaksanakan
perbuatannya.
Qadariah aliran
ini menganggap manusia itu bebas dan merdeka dalam melaksanakan perbuatannya.
Manusia lah yang menciptakan perbuatannya sendiri.
Sedangkan
jabariah berpendapat sebaliknya,
aliran ini menganggap manusia tidak bebas
dan tidak merdeka dalam melaksanakan perbuatannya. Perbuatan tersebut
diciptakan dan ditentukan oleh Allah SWT. Perbedaan ini muncul dikarenakan
dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menunjukkan tentang jabariah dan
qadariah.
Ayat-ayat
dalam al-qur’an yang menunjukkan pada aliran jabariah:
a)
Surat
al-Takwir ayat 29:
“Dan kamu tidak dapat menghendaki
(menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”
b)
Surat
an-Nahl ayat 93:
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya
Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.”
c) Surat
al-Hadid ayat 22:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di
bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.”
Ayat-ayat
dalam al-qur’an yang menunjukkan pada aliran qadariah:
a) Surat
al-Kahfi ayat 29:
“…maka barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.”
b) Surat
Yunus ayat 44:
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim
kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzalim
kepada diri mereka sendiri.”
c) Surat
al-Najm ayat 39:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
d) Surat
Fushshilat ayat 40:
“Perbuatlah apa yang kamu kehendaki;
sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
e) Surat
ar-Ra’d ayat 11:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Ayat-ayat
diatas menunjukkan dasar aliran jabariah dan aliran qadariah dalam al-qur’an.
Menurut ayat-ayat tersebut jabariah dan qadariah sama-sama memiliki landasan
yang kuat. Berikut penjelasan tentang aliran qadariah.
Pengertian
Qadariah
Qadariah
berasal dari kata قَدَرَ yang artinya kemampuan, kekuasaan atau kekuatan. Pengertian
secara terminologi, qadariah adalah suatu aliran yang percaya bahwa perbuatan
yang dilakukan manusia tidak ada campur tangan dari Tuhan, atau manusia yang
menciptakan perbuatannya sendiri. Dengan demikian nama qadariah berasal dari
pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar Tuhan. Atau bisa disebut
dengan free will atau free act. Kaum qadariah mempunyai qudrah
atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya dan bukan dari pengertian bahwa
manusia tunduk pada qadar Tuhan.
Aliran
qadariah muncul sekitar tahun 70H (689M). Ajaran ini mengatakan bahwa manusia
yang menciptakan perbuatannya sendiri, tanpa campur tangan dari Tuhan dan
mereka menolak sesuatu yang terjadi karena qada dan qadar Allah SWT.
Tokoh Qadariah
Kedua
tokoh ini yang memperkenalkan ajaran ini. Menurut Ibn Nabatah, Ma’bad dan
Ghailan mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Menurut al-Zahabi, Ma’bad
adalah Tabi’i yang baik
1. Ma’bad
al-Juhani
Ma’bad
al-Juhani pernah berguru pada Hasan al-Basri seperti Washil bin Atha’ tokoh dari
Mu’tazilah. Ma’bad al-Juhani menyebarkan paham qadariah di daerah Irak. Banyak
orang yang menganut paham ini. Setelah Ma’bad al-Juhani wafat, dalam
pertempuran melawan al-Hajjaj 80H karena mendukung Sajistan, Abdurrahman
al-Asy’ats dan memberontak pemerintahan Bani Umayyah. Kemudian paham qadariah
disebarluaskan oleh Ghailan al-Dimasyqi.
2. Ghailan
al-Dimasyqi
Ghailan
al-Dimasyqi tinggal di Damaskus dan ayahnya sangat terkenal pada masa Usman bin
Affan. Beliau menyebarkan paham qadariah sampai ke daerah Iran dan akhirnya
Ghailan wafat dihukum bunuh pada masa Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/724-743M).
Hukuman bunuh atas dirinya karena Ghailan mendapat tekanan dari Khalifah Umar
bin Abdul Aziz (717-720M) dan menyebarluaskan paham qadariah yang dinilai
membahayakan pemerintah. Sebelum dijatuhi hukuman Ghailan dan al-Awza’i
berdebat. Ghailan berpendapat bahwa manusia yang berkehendak atas perbuatannya,
manusia mempunyai kekuasaan untuk melakukan perbuatannya. Jadi apabila manusia
melakukan perbuatan jahat itu adalah kemauan dan kehendaknya sendiri begitupun
dengan melakukan perbuatan baik. Selain penganut ajaran qadariah, Ghailan juga
merupakan pemuka Murji’ah dari golongan
al-Salihiah.
Pokok-pokok
pada paham qadariah ini adalah manusia memiliki kemampuan untuk bertindak (qudrah)
dan memilih (iradah). Jadi manusialah yang
menentukan atas dirinya, akan berbuat baik atau berbuat jahat. Dan apabila
manusia menjauhi perbuatan yang buruk, itu adalah kehendak ia sendiri. Manusia
diberi kebebasan dan kekuasaan untuk memilih dan menentukan pilihan. Manusia
juga berhak mendapatkan pahala apabila berbuat kebaikan dan akan mendapatkan
siksaan apabila berbuat kejahatan. Manusia yang akan mempertanggungjawabkan
perbuatannya kepada Allah SWT. Dan diakhirat nanti antara surga dan neraka, kembali
lagi kepada manusia itu sendiri, apa yang ia perbuat entah kebaikan ataupun
kejahatan, itulah yang akan membawa mereka kepada surga atau neraka. Menurut
qadariah mengenai takdir, yaitu Allah menciptakan seluruh alam semesta beserta
isinya. Tentang perbuatan yang dilakukan oleh manusia, qadariah berpendapat
bahwa bukan karena takdir Allah tapi karena manusia itu sendiri yang menciptakan
dan melakukan perbuatannya.
Alasan
qadariah menggunakan ajaran tersebut adalah:
- Terdapat ayat-ayat al-qur’an yang mendasari tentang aliran tersebut
- Perbuatan yang akan dipilih dan kita lakukan adalah tanggung jawab diri sendiri, yang baik maupun yang jahat akan mendapatkan balasan dari Allah SWT berupa pahala maupun siksaan
Pendapat
para ulama terhadap aliran qadariah sendiri berbeda-beda. Ada yang sependapat ada
yang menolak. Karena ajaran qadariah ini termasuk ajaran yang menyimpang.
Meskipun menyimpang, tetap ada yang mengikuti, mengakui menganut ajaran
qadariah ini. Aliran qadariah sering mendapat tekanan dari pemerintah karena
ajarannya yang menyimpang, aliran ini juga merupakan pertentangan terhadap
politik Bani Umayyah. Tapi aliran ini tetap bisa berkembang. Syech Abu Zahrah
memasukkan aliran qadariah dalam golongan Theology Islam
(al-Mazahibul-Islamiah). Ia berpendapat bahwa qadariah adalah suatu bentuk penyelewengan
pikiran dan cara berpikir, bagian-bagian paham dan ajaran-ajarannya. Aliran
qadariah juga tidak memiliki pengikut-pengikut yang setia pada pokok ajarannya,
aliran tersebut juga tidak bisa bertahan lama seperti aliran-aliran lain pada
teologi islam.
Banyak
orang islam yang menganggap bahwa qadariah adalah ajaran yang menyimpang. Ada sebuah hadist yang
menyebutkan dan menentang aliran qadariah bahwa “Kaum Qadariah merupakan Majusi
umat Islam” dalam arti golongan yang tersesat.
KESIMPULAN
Qadariah
merupakan aliran teologi islam yang membahas tentang perbuatan manusia. Ajarannya
adalah bahwa manusia diberi kebebasan dan kekuasaan untuk memilih dan
menentukan pilihan apa yang akan diperbuatnya, baik ataupun buruk. Manusia juga
berhak mendapatkan pahala apabila berbuat kebaikan dan akan mendapatkan siksaan
apabila berbuat kejahatan. Manusia yang akan mempertanggungjawabkan
perbuatannya kepada Allah SWT. Jadi kaum qadariah mempunyai qudrah atau
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya dan bukan dari pengertian bahwa manusia
tunduk pada qadar Tuhan.
Daftar
Pustaka
Ø Asmuni, Yusran. 1993. Ilmu Tauhid. Jakarta: citra
niaga Rajawali Pers.
Ø Nasution, Harun. 2010. Teologi Islam: aliran-aliran,
sejarah, analisa dan perbandingan. Jakarta: UI Press
Ø Musthofa,
Kholili, Karwadi. 2005. Tauhid. Yogyakarta:
Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Ø A.
Hanafi. 2001. Pengantar Theology Islam. Jakarta:
PT. Al Husna Zikra.
0 komentar:
Post a Comment