Monday, 30 November 2015

Qadariyah

 Latar Belakang Aliran Qadariah
Islam merupakan agama yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia dimuka bumi. Inti pokok ajarannya adalah tauhid (keesaan), mengesakan Allah, atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, satu. Masalah pertama yang muncul dalam umat islam adalah terdapat beberapa aliran teologi karena banyak perbedaan pendapat antara ulama satu dengan yang lain dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, yang menyebabkan kaum muslimin terpecah menjadi beberapa golongan atau kelompok. Aliran teologi tersebut adalah Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Saat kaum Khawarij muncul, muncul juga kelompok setia Ali bin Abi Thalib yaitu Syi’ah.
Khawarij aliran ini menganggap orang yang melakukan tahkim (arbitrase) adalah orang yang menentukan hukum tidak sesuai dengan al-Qur’an. Tindakan semacam ini adalah tindakan orang kafir. Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 44:
 “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah SWT, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
Murji’ah aliran ini menganggap muslim yang berbuat dosa besar tidak kafir dan ia tetap mukmin. Masalah dosa besar diserahkan kepada Allah SWT, apakah Allah akan mengampuni atau tidak.
Mu’tazilah aliran ini menganggap muslim yang berbuat dosa besar tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada ditengah diantara keduanya (al-manzilah bain al-manzilatain)
Ahlussunnah Wal Jamaah ialah kaum yang menganut pemahaman yang dianut oleh Nabi Muhammad SAW dan juga para sahabat beliau.
Selain lima aliran tersebut Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan Syi’ah, masih ada aliran yang lain yaitu qadariah dan jabariah. Aliran ini bertentangan satu sama lain. Aliran ini muncul karena adanya perbedaan pendapat tentang perbuatan manusia, apakah manusia bebas dalam melaksanakan perbuatannya.
Qadariah aliran ini menganggap manusia itu bebas dan merdeka dalam melaksanakan perbuatannya. Manusia lah yang menciptakan perbuatannya sendiri.
Sedangkan jabariah berpendapat sebaliknya, aliran ini menganggap manusia tidak bebas dan tidak merdeka dalam melaksanakan perbuatannya. Perbuatan tersebut diciptakan dan ditentukan oleh Allah SWT. Perbedaan ini muncul dikarenakan dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menunjukkan tentang jabariah dan qadariah.

Ayat-ayat dalam al-qur’an yang menunjukkan pada aliran jabariah:

a)    Surat al-Takwir ayat 29:
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”

b)    Surat an-Nahl ayat 93:                                                                                                         
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.”

c)    Surat al-Hadid ayat 22:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”


Ayat-ayat dalam al-qur’an yang menunjukkan pada aliran qadariah:

a)    Surat al-Kahfi ayat 29:
“…maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.”

b)    Surat Yunus ayat 44:
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzalim kepada diri mereka sendiri.”

c)    Surat al-Najm ayat 39:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”

d)    Surat Fushshilat ayat 40:
“Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

e)    Surat ar-Ra’d ayat 11:  
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”


Ayat-ayat diatas menunjukkan dasar aliran jabariah dan aliran qadariah dalam al-qur’an. Menurut ayat-ayat tersebut jabariah dan qadariah sama-sama memiliki landasan yang kuat. Berikut penjelasan tentang aliran qadariah.


Pengertian Qadariah
Qadariah berasal dari kata قَدَرَ yang artinya kemampuan, kekuasaan atau kekuatan. Pengertian secara terminologi, qadariah adalah suatu aliran yang percaya bahwa perbuatan yang dilakukan manusia tidak ada campur tangan dari Tuhan, atau manusia yang menciptakan perbuatannya sendiri. Dengan demikian nama qadariah berasal dari pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar Tuhan. Atau bisa disebut dengan free will atau free act. Kaum qadariah mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya dan bukan dari pengertian bahwa manusia tunduk pada qadar Tuhan.
Aliran qadariah muncul sekitar tahun 70H (689M). Ajaran ini mengatakan bahwa manusia yang menciptakan perbuatannya sendiri, tanpa campur tangan dari Tuhan dan mereka menolak sesuatu yang terjadi karena qada dan qadar Allah SWT.

 Tokoh Qadariah
Kedua tokoh ini yang memperkenalkan ajaran ini. Menurut Ibn Nabatah, Ma’bad dan Ghailan mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Menurut al-Zahabi, Ma’bad adalah Tabi’i yang baik

1. Ma’bad al-Juhani
Ma’bad al-Juhani pernah berguru pada Hasan al-Basri seperti Washil bin Atha’ tokoh dari Mu’tazilah. Ma’bad al-Juhani menyebarkan paham qadariah di daerah Irak. Banyak orang yang menganut paham ini. Setelah Ma’bad al-Juhani wafat, dalam pertempuran melawan al-Hajjaj 80H karena mendukung Sajistan, Abdurrahman al-Asy’ats dan memberontak pemerintahan Bani Umayyah. Kemudian paham qadariah disebarluaskan oleh Ghailan al-Dimasyqi.

2. Ghailan al-Dimasyqi
Ghailan al-Dimasyqi tinggal di Damaskus dan ayahnya sangat terkenal pada masa Usman bin Affan. Beliau menyebarkan paham qadariah sampai ke daerah Iran dan akhirnya Ghailan wafat dihukum bunuh pada masa Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/724-743M). Hukuman bunuh atas dirinya karena Ghailan mendapat tekanan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) dan menyebarluaskan paham qadariah yang dinilai membahayakan pemerintah. Sebelum dijatuhi hukuman Ghailan dan al-Awza’i berdebat. Ghailan berpendapat bahwa manusia yang berkehendak atas perbuatannya, manusia mempunyai kekuasaan untuk melakukan perbuatannya. Jadi apabila manusia melakukan perbuatan jahat itu adalah kemauan dan kehendaknya sendiri begitupun dengan melakukan perbuatan baik. Selain penganut ajaran qadariah, Ghailan juga merupakan pemuka Murji’ah dari golongan  al-Salihiah.

Pokok-pokok pada paham qadariah ini adalah manusia memiliki kemampuan untuk bertindak (qudrah)  dan memilih (iradah). Jadi manusialah yang menentukan atas dirinya, akan berbuat baik atau berbuat jahat. Dan apabila manusia menjauhi perbuatan yang buruk, itu adalah kehendak ia sendiri. Manusia diberi kebebasan dan kekuasaan untuk memilih dan menentukan pilihan. Manusia juga berhak mendapatkan pahala apabila berbuat kebaikan dan akan mendapatkan siksaan apabila berbuat kejahatan. Manusia yang akan mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada Allah SWT. Dan diakhirat nanti antara surga dan neraka, kembali lagi kepada manusia itu sendiri, apa yang ia perbuat entah kebaikan ataupun kejahatan, itulah yang akan membawa mereka kepada surga atau neraka. Menurut qadariah mengenai takdir, yaitu Allah menciptakan seluruh alam semesta beserta isinya. Tentang perbuatan yang dilakukan oleh manusia, qadariah berpendapat bahwa bukan karena takdir Allah tapi karena manusia itu sendiri yang menciptakan dan melakukan perbuatannya.

Alasan qadariah menggunakan ajaran tersebut adalah:
  1.  Terdapat ayat-ayat al-qur’an yang mendasari tentang aliran tersebut
  2. Perbuatan yang akan dipilih dan kita lakukan adalah tanggung jawab diri sendiri, yang baik maupun yang jahat akan mendapatkan balasan dari Allah SWT berupa pahala maupun siksaan

Pendapat para ulama terhadap aliran qadariah sendiri berbeda-beda. Ada yang sependapat ada yang menolak. Karena ajaran qadariah ini termasuk ajaran yang menyimpang. Meskipun menyimpang, tetap ada yang mengikuti, mengakui menganut ajaran qadariah ini. Aliran qadariah sering mendapat tekanan dari pemerintah karena ajarannya yang menyimpang, aliran ini juga merupakan pertentangan terhadap politik Bani Umayyah. Tapi aliran ini tetap bisa berkembang. Syech Abu Zahrah memasukkan aliran qadariah dalam golongan Theology Islam (al-Mazahibul-Islamiah). Ia berpendapat bahwa qadariah adalah suatu bentuk penyelewengan pikiran dan cara berpikir, bagian-bagian paham dan ajaran-ajarannya. Aliran qadariah juga tidak memiliki pengikut-pengikut yang setia pada pokok ajarannya, aliran tersebut juga tidak bisa bertahan lama seperti aliran-aliran lain pada teologi islam.
Banyak orang islam yang menganggap bahwa qadariah adalah ajaran yang menyimpang. Ada sebuah hadist yang menyebutkan dan menentang aliran qadariah bahwa “Kaum Qadariah merupakan Majusi umat Islam” dalam arti golongan yang tersesat.

  
KESIMPULAN
Qadariah merupakan aliran teologi islam yang membahas tentang perbuatan manusia. Ajarannya adalah bahwa manusia diberi kebebasan dan kekuasaan untuk memilih dan menentukan pilihan apa yang akan diperbuatnya, baik ataupun buruk. Manusia juga berhak mendapatkan pahala apabila berbuat kebaikan dan akan mendapatkan siksaan apabila berbuat kejahatan. Manusia yang akan mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada Allah SWT. Jadi kaum qadariah mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya dan bukan dari pengertian bahwa manusia tunduk pada qadar Tuhan.


Daftar Pustaka
Ø  Asmuni, Yusran. 1993. Ilmu Tauhid. Jakarta: citra niaga Rajawali Pers.
Ø  Nasution, Harun. 2010. Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah, analisa dan perbandingan. Jakarta: UI Press
Ø  Musthofa, Kholili, Karwadi. 2005. Tauhid. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Ø  A. Hanafi. 2001. Pengantar Theology Islam. Jakarta: PT. Al Husna Zikra.

0 komentar:

Post a Comment