Mu’tazilah
A.
Latar
Belakang Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah
adalah salah satu dari aliran-aliran teologi islam yang mempunyai pendapat tersendiri tentang bagaimana orang
yang kafir. Mu’tazilah muncul setelah aliran Khawarij dan Murji’ah. Munculnya
aliran-aliran dalam teologi islam dikarenakan banyak konsep tentang orang kafir
yang sudah meluas. Menurut
Khawarij seorang muslim yang melakukan dosa besar ia dianggap kafir. Menurut
Murji’ah seorang muslim yang melakukan dosa besar ia tetap mukmin. Sedangkan
menurut Mu’tazilah, apabila seorang muslim yang melakukan dosa besar ia tidak
kafir dan ia tidak mukmin. Ia berada ditengah-tengah, antara kafir dan mukmin atau disebut dengan (al-manzilah bain
al-manzilatain).
Mu’tazilah
lebih banyak menggunakan akal atau rasio dalam pemikiran masalah-masalah teologisnya,
namun bukan berarti mereka juga tidak memperdulikan wahyu. Mu’tazilah pernah
mencapai masa kejayaannya
yaitu ketika dijadikannya
Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara (827M). Kesempatan ini dimanfaatkan oleh
Mu’tazilah untuk menyebarluaskan paham ini kepada kaum muslimin. Namun dalam penyebarannya, Mu’tazilah melakukan pemaksaan
atau yang disebut dengan mihnah. Mihnah adalah semacam ujian atau tes untuk mengetahui
apakah mereka menerima ajaran Mu’tazilah atau tidak.
Karena pemaksaan tersebut, Mu’tazilah dicabut ketetapannya sebagai mazhab resmi
negara (856M). Kemudian muncul aliran teologi baru yang bernama Ahlussunnah wal
jamaah.
B.
Nama
Mu’tazilah
Mu’tazilah berasal dari kata “i’tazala” yang memiliki
arti “memisahkan diri”, “menjauhkan diri”, dan “menyalahi pendapat orang lain”.
Pemberian nama Mu’tazilah dihubungkan dengan peristiwa Washil bin Atha’ yang
memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri, karena berbeda pendapat dengan dirinya.
Washil bin Atha’ berpendapat bahwa “orang yang berbuat dosa besar bukan mukmin
dan bukan kafir, ia berada diantara keduanya”.
C.
Pokok-Pokok
Ajaran Mu’tazilah
1. al-Tauhid
(keesaan Allah)
2. al-‘Adl
(keadilan Tuhan)
3. al-Wa’d
wa al-Wa’id (janji dan ancaman)
4. al-Manzilah
bain al-Manzilatain (posisi diantara dua posisi)
5. Amar
Ma’ruf dan Nahi Munkar
al-Tauhid (keesaan Allah)
Mu’tazilah
tidak mengakui adanya sifat-sifat Allah, mereka berpendapat apabila Allah
mempunyai sifat berarti ada dua yang qadim/kekal, yaitu sifat dan zat. Bagi
Mu’tazilah yang qadim hanya satu yaitu Allah.
al-‘Adl (keadilan Tuhan)
Menurut
Mu’tazilah, Tuhan tidak menghendaki apa yang akan diperbuat manusia, Tuhan itu
adil dan tidak zalim terhadap manusia. Kejahatan atau kebaikan, manusia lah
yang menentukan. Apabila berbuat jahat akan mendapat siksaan dan apabila
berbuat baik pastilah akan mendapat pahala. Manusia bertanggung jawab atas apa
yang telah diperbuatnya.
al-Wa’d wa al-Wa’id (janji dan ancaman)
Janji
Allah yang apabila manusia melakukan kebaikan diberikan pahala, dan apabila
melakukan kejahatan mendapat siksaan. Itu merupakan janji Allah kepada umatnya
dan pasti akan ditepati-Nya. Mu’tazilah menolak adanya syafaat dihari akhir
karena bertentangan dengan janji Allah.
al-Manzilah bain al-Manzilatain (posisi
diantara dua posisi)
Pendapat
ini dikemukakan oleh Washil bin Atha’ sekaligus merupakan pendapat pertama kali
dalam aliran Mu’tazilah. Menurut Mu’tazilah, seorang muslim yang melakukan dosa
besar, ia tidak kafir dan ia juga tidak mukmin. Ia berada pada posisi diantara
dua posisi.
Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
Mu’tazilah
pernah melakukan kekerasan dalam memperjuangkan amar ma’ruf nahi munkar.
Kekerasan yang dimaksud adalah pada peristiwa mihnah.
D.
Tokoh-Tokoh
Mu’tazilah
Ø Washil
bin Atha’
Washil
bin Atha’ lahir pada tahun 70H diMadinah. Ia pernah berguru dengan Hasan
al-Bashri, mereka berdua sempat berselisih pendapat yang membuat Washil bin
Atha’ menjauhkan diri dari gurunya sendiri. Pokok-pokok pikiran teologisnya
adalah muslim yang membuat dosa besar, kekuasaan berbuat bagi manusia (free
will) dan sifat Tuhan.
Muslim
yang membuat dosa besar, Washil bin Atha’ pernah berpendapat bahwa seorang
muslim yang berbuat dosa besar, ia tidak kafir dan juga tidak mukmin, ia berada
diantara keduanya.
Kekuasaan
berbuat bagi manusia (free will) yaitu manusia bebas memilih dan mempunyai
kekuasaan untuk melakukan perbuatannya sendiri, kebaikan atau kejahatn yang
akan dipilih akan mendapatkan balasannya, apabila berbuat baik mendapat pahala
dan apabila berbuat jahat akan mendapatkan siksaan.
Tentang
sifat Allah, Washil bin Atha’ menolak adanya sifat Allah. Menurutnya Allah
tidak mempunyai sifat, ia berpendapat bahwa yang dianggap orang sebagai sifat
tidak lain kecuali zat Allah itu sendiri.
Ø Abu Huzail
al-Allaf
Abu
Huzail al-Allaf lahir pada tahun 135H (751M) dan wafat tahun 235H (849M). Abu
Huzail al-Allaf adalah orang yang menyusun dasar-dasar paham
Mu’tazilah(as-ushul al-Khamsah). Ia berguru dengan Usman al-Thawil.
Ø Al-Nazzam
Nama
lengkap Al-Nazzam adalah Ibrahim bin Sayyar. Ia adalah murid Abu Huzail
al-Allaf. Al-Nazzam banyak bergaul dengan ahli filsafat sehingga ia mempelajari
dan menekuni ilmu ini.
Ø Al-Jubba’i
Nama
lengkap Al-Jubba’i adalah Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab. Al-Jubba’I lahir
pada tahun 235H/849M di Juba’ dan wafat pada tahun 303H/915M di Bashrah. Ia
berguru dengan al-Syahham. Pada zamannya, ilmu pengetahuan tetap berkembang
pesat, meskipun situasi politik sedang tidak stabil.
Masa
kejayaan Mu’tazilah adalah pada zaman Khalifah al-Makmun (813-833M) ketika
aliran ini dijadikan mazhab resmi negara. Setelah al-Makmun wafat Mu’tazilah
mengalami kemunduran. Banyak ulama yang tidak sependapat dan sejalan dengan
aliran Mu’tazilah ini.
Ahlussunnah Wal Jamaah
1.
Latar Belakang Ahlussunnah Wal Jamaah (Sunny)
Ahlussunnah Wal Jamaah juga salah satu dari aliran-aliran teologi
islam yang mempunyai pendapat
tersendiri tentang bagaimana orang yang kafir. Ahlussunnah Wal Jamaah lahir dilatar belakangi oleh perbedaan paham yang terjadi
antara Abu Hasan dengan gurunya yang memiliki pemahaman Mu’tazilah.
Pembahasan mengenai
Ahlussunnah Wal Jamaah timbul karena beberapa perdebatan mengenai faham
beberapa tokoh, tentang ajaran-ajaran islam. Ajaran islam yang dimaksud adalah
hal yang berkaitan dengan Ilmu Kalam atau sebagian orang biasa menyebutnya
dengan Ushuluddin yang berarti pokok – pokok agama. Kalau kita membicaraka
tentang ushul (pokok) maka sudah
barang tentu ada yang bersifat puru’
(cabang), yang lebih membahas aplikasi ibadah yang biasa dikerjakan setiap
hari, seperti sholat, puasa, dan lain sebagainya. Maka dapat kita bedakan dari
permasalahan mana Ahlussunnah Wal Jamaah timbul menjadi sebuah paham.
Munculnya
firqoh-firqoh yang timbul karena perbedaan Ushuluddin atau pokok-pokok dalam
agama. Perbedaan ini tentu didasari beragam, ada yang berlatar belakang
politik, tahta, harta, dan ada juga yang berlatar belakang murni agama.
Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan bagian dari pemahaman yang murni berlatar
belakang agama. Lahirnya Ahlussunnah Wal Jamaah tentu dadasari oleh beberapa
dalil-dalil. Sembilan dalil yang tertulis yang berupa hadits-hadits shohih.
Kemudian dari kesembilan hadits tersebut penulis dapat menarik kesimpulan:
1. Nabi Muhammad
SAW. Mengabarkan sesuatu yang akan terjadi dalam lingkungan umat Islam secara
mujizat, yaitu mengabarkan hal-hal yang akan terjadi. Kabar ini tentu diterima
beliau dari Tuhan.
2. Sesudah
Nabi wafat akan ada perselisihan faham yang banyak, sampati 73 faham.
3. Ada
segolongan orang-orang muda pada akhir zaman yang sok aksi mengeluarkan
dalil-dalil dari al Quran, tetapi keimanannya tidak melewati kerongkongannya.
4. Ada
dua golongan yang tidak sangkut paut dengan Islam, yaitu kaum Murji’ah dan
Qadariyah.
5. Ada 30 orang pembohong yang akan mendawahkan
bahwa ia Nabi, padahal Nabi Muhammad merupakan penutup para Nabi. Ada juga
orang-orang khawarij yang paling jahat.
6. Diantara
73 golongan itu ada satu yang benar, yaitu kaum Ahlussunnah Wal Jamaah yang
selalu berpegang teguh kepada sunnah Nabi dan sunnah Khalifah Rasyidin.
7. Mereka
ini akan mempertahankan fahamnya hingga hari kiamat.
Pengguanaan atau
pemunculan paham Ahlussunnah Wal Jamaah timbul pada abad ketiga, yang dipimpin
Imam Asyari dan Imam Maturidi. Pada saat itu ulama-ulama Mu’tazilah mengajar di
Basrah, Kufah dan Baghdad. Ada 3 orang Khalifah Khalifah Abbasiyah yang menjadi
tombak penting dalam golongan Mu’tazilah, yaitu Mamun bin Harun Al-Rasyid
198-218 H), Al Muthasim (218-227 H), dan Al Watsiq (227-232 H).
Dalam sejarah
dinyatakan bahwa pada zaman itu terjadilah yang dinamakan “fitnah Quran
makhluk” yang mengorbankan beribu ulama yang tidak sefaham dengan kaum Mu’tazilah.
Pada masa Imam Asyari muda, ulama-ulama mutazilah sangat banya di Basrah,
Kufah, dan Baghdad. Masa itu gilang-gemilangnya faham Mu’tazilah, karena
didukung oleh pemerintah Abbasiyah. Imam Abu Hasa termasuk salah seorang pemuda
yang belajar pada ulama Mu’tazilah,
yaitu Muhammad bin Abdul Wahab al Jabi (wafat 303), - bukan pendiri faham
Wahabi.
2.
Nama
Ahlussunnah
Wal Jamaah
Arti Ahlussunnah ialah penganut sunnah Nabi.
Kemudian Jamaah berarti penganut I’tiqad sebagai I’tiqad jamaah
sahabat-sahabat Nabi. Kaum Ahlussunnah
Wal Jamaah ialah kaum yang menganut pemahaman yang dianut oleh Nabi
Muhammad SAW dan juga para sahabat beliau
3.
Pokok-Pokok Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah
Imam Abu Hasah melihat
banyak pertentangan dari Al Quran dan Hadits mengenai pemahaman Mu’tazilah.
Semenjak itulah ia keluar dari golongan Mu’tazilah. Kemudian pada suatu hari
beliau naik sebuah mimbar di Basrah dan memperkenalkan dirinya dan menyampaikan
pemahmannya yang menentang paham Mu’tazilah yaitu bahwa Quran itu makhluq.
(Zumhurul Islam IV, halam 67). Kemudia beliau mengarang beberapa kitab,
merumuskan Quran melalui sunnah Nabi dan para sahabat, dan diperinci dengan
sebaik-baiknya.
Berkata Imam Zabidi,
pengarang kitab Ittihaf Sadatil Muttaqin
syarah Ihya Ulumuddin bahwa “Imam
Asyari mengarang sekitar 200 kitab”. Imam Maturidi juga berjasa mengumpulkan
dan memperinci pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah, sebagaiman yang dilakukan Imam
Abu Hasan.
I’tiqad (faham) atau pokok-pokok ajaran kaum ahlussunnah wal
jamaah yang telah disusun oleh Imam Abu Hasan al Asy’ari, terbagi atas beberapa
bagian, yaitu:
1.
Tentang Ketuhanan, mengenai 20 sifat wajib, 20
sifat mustahil, dan 1 sifat jaiz.
2. Tentang
Malaikat, mengenai 10 Malaikat yang wajib diketahui.
3. Tentang
Kitab-Kitab Suci, mengenai 4 Kitab yang wajib dipercaya.
4. Tentang
Rasul-Rasul, mengenai 25 Nabi dan Rasul yang wajib diketahui.
5. Tentang
Hari Kiamat, mengenai surga dan neraka tidak akan lenyap.
6.
Tentang Qhada dan Qadar, sesuatu yang terjadi
sudah ditentukan oleh Allah.
Pembagian
ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw. Ketika ditanya oleh seseorang, yang
memiliki arti: “Maka beritahulah kami
wahai Rasulullah tentang Iman. Nabi
Muhammad menjawab : Engkau mesti percaya kepada adanya Allah,
Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabnyaNya, Rasul-rasulNya, Hari Akhirat dan Qhada
dan Qadar (nasib baik dan nasib jelek)”.
Hadits Riwayat Imam Muslim. Shohih Muslim Juz 1, halamaan 22).
Ada
sekita 54 pemahaman yang berupaya diringkas oleh KH Sirojuddin Abbas, dalam
bukunya I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.
Meskipun beliau mengungkapkan masih banyak butir pemahaman Ahlussunnah Wal
Jamaah yang belum tertulis. Diantaranya ialah:
1. Iman
yang sempurna ialah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan
mengerjakan dengan anggota tubuh.
2. Tuhan
itu ada, namanya Allah, dan ada 99 nama Allah.
3. Quranul
Karim adalah Kalam Allah yang Qadim (tidak memiliki permulaan).
4. Anak-anak
kafir kalau mati kecil masuk surga.
5. Dan
lain sebagainya.
Namun terliat beberapa
perbedaan yang mencolok dengan golongan-golongan lain. Sehingga pemahaman pokok
ini akan menjadi perbincangan yang hangat hingga akhir zaman.
Dalam kitab Bugyatul Mutarsyidin, karangan Mufti
Syaikh Sayid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar, yang dikenal dengan
julukan Ba’Alawi. Pada halaman 398, cetakan Mathbaah Amin Abul Majid, Cairo
(1381 H). Bahwa 72 fiqoh itu berpokok pada 7 firqah, yaitu:
1. Kaum
Syiah, kaum yang berlebih-lebihan memuja Saidina Ali Kw. Mereka tidak mengakui
Khalifah-khalifah Abu Bakar Dll. Golongan ini akan pecah menjadi 22 aliran.
2. Kaum
Khawarij, yaitu kaum yang berlebihan membenci Sayidina Ali Kw. Bahkan ada
diantaranya yang mengkafirkan Sayidina Ali Kw. Firqoh ini berfatwa bhwa
orang-orang yang membuat dosa-dosa besar menjadi kafir. Terpecah menjadi 20
aliran.
3. Kaum
Mutazilah, yang berfaham bahwa Tuhan tidak memiliki sifat, bahwa manusia
membuat pekerjaannya sendiri, bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dalam
syorga. Terpecah menjadi 20 aliran.
4. Kaum Murji’ah,
yang memfatwakan bahwa membuat maksia tidak memberi muhdorot jika sudah
beriman. Tidak memberi manfaat berbuat kebaikan jika sudah kafir. Terbagi
menjadi 5 aliran.
5. Kaum
Najjariyah berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak ada. Terbagi menjadi 3 aliran.
6. Kaum
Jabariya berpendapat bahwa manusia tidak berdaya, atau tidak dapat memiliki
usaha sama sekali, hanya pasrah. Kaum ini hanya 1 aliran.
7. Kaum
Musyabbihah yang memfatwakan bahwa ada keserupaan Tuhan dengan manusia,
umpamanya memiliki tangan, kaki, mata, duduk dikusi, naik tangga, dan lain
sebagainya. Kaum ini hanya 1 aliran.
Adapun
Kaum Qadariya termasuk gologngan Mutazilah, kaum Bahaiyah dan Ahmadiya Qadyan
masuk golongan Syiah, kaum Ibnu Taymiyyah masuk dalam golongan kaum Musyabbihah
dan kaum Wahabi masuk kaum pelaksana dari paham Ibnu Taymiyah.
4.
Tokoh-Tokoh Ahlussunnah Wal Jamaah
Pemahaman Nabi dan
sahabat-sahabat itu telah termaktub dalam al Quran dan dalam sunnah Rasul
secara terpencar-pencar, belum tersusun secara rapi dan teratur, tetapi
kemudian dirumuskan secara mendalam dan rapi oleh seorang ulama Ushuluddin yang
besar, yaitu Syaikh Abu Hasan ‘Ali al
Asy’ari (Lahir di Basrah tahun 260 H. – wafat di Basrah juga pada tahun 324
H. Dalam usia 64 tahun).
Karena itu ada orang
yang memberi nama kepada kaum Ahlussunnah Wal Jamaah dengan kaum Asyariyah,
jama dari Asyari, dikaitkan kepada Imam Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari tersebut.
Dalam-dalam kitab
Ushuluddin biasa juga dijumpai perkataan “Sunny”, kependekan Ahlussunnah Wal
Jamaah, orang-orangnya dinamai “Sunniyan”. Tersebut di dalam kitab “Ihtihaf Saudatul Muttaqin”, karangan
Imam Muhammad bin Muhammad al Husni az Zabidi, yaitu kita syarah dari kita “Ihya Ulummuddin” karangan Imam Ghazali,
pada jilid II, halaman 6, yang memiliki arti: “Apabila disebut kaum Ahlussunnah
Wal Jamaah maka maksudnya ialah orang-orang yang mengikut rumusan (faham)
Asyari dan Abu Mansur al Maturidi.”
Abu
Mansur al Maturidi adalah seorang ulama Ushuluddin juga, yang
fahamnya hampir sama dengan Abu Hasan al Asyari. Beliau wafat di daerah bernama
Maturidi Samarqand, di Asia Tengah pada tahun 333 H, sembilan tahun setelah Abu
Hasan al Asyari wafat.
Nama tokoh-tokoh yang melanjutkan
perjuangan Sunny, diantaranya:
1) Imam Abu Bakar al Qaffal (wafat 365 H)
2) Imam Haramain al Juwaini (460 H)
3) Imam al Ghazali (505 H)
4) Imam Izzuddin bin Abdussalam (660 H)
5) Imam Muhammad Nawawi al Bantani (1315 H), dari Indonesia
Pemahaman
Kaum Mu’tazilah yang Bertentangan dengan Pemahaman Kaum Ahlussunnah Wal Jamaah
1. Buruk
dan baik ditentukan oleh akal
2. Tuhan
Allah tidak punya sifat
3. Qura
makhluk
4. Pembuat
dosa besar
5. Tuhan
tidak dapat dilihat
6. Miraj
Nabi Muhammad SAW
7. Manusia
menjadikan perkerjaannya
8. Arasy
dan kursi
9. Malaikat
Kiraman Katibin
10. Yang
kekal
11. Tidak
ada timbangan, hisab, titian, kolam, dan syafaat
12. Azab
kubur
13. Soal
shilah wal ashlah.
Daftar Pustaka
· Drs. H. M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: citra niaga Rajawali Pers, 1993)
· KH. Sirojuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah (Bandung: PT. Karya Nusantara, 1983)
. A. Hanafi M.A, Pengantar Theology Islam (Jakarta: Al Husna Zikra, 1995)
0 komentar:
Post a Comment