Thursday, 26 December 2013

Pokok Pikiran Aliran Tauhid dan Tokohnya Masa Klasik II (Mu'tazilah dan Ahlu Sunnah)



Mu’tazilah
A.   Latar Belakang Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah adalah salah satu dari aliran-aliran teologi islam yang mempunyai pendapat tersendiri tentang bagaimana orang yang kafir. Mu’tazilah muncul setelah aliran Khawarij dan Murji’ah. Munculnya aliran-aliran dalam teologi islam dikarenakan banyak konsep tentang orang kafir yang sudah meluas. Menurut Khawarij seorang muslim yang melakukan dosa besar ia dianggap kafir. Menurut Murji’ah seorang muslim yang melakukan dosa besar ia tetap mukmin. Sedangkan menurut Mu’tazilah, apabila seorang muslim yang melakukan dosa besar ia tidak kafir dan ia tidak mukmin. Ia berada ditengah-tengah, antara kafir dan mukmin atau disebut dengan (al-manzilah bain al-manzilatain).
Mu’tazilah lebih banyak menggunakan akal atau rasio dalam pemikiran masalah-masalah teologisnya, namun bukan berarti mereka juga tidak memperdulikan wahyu. Mu’tazilah pernah mencapai masa kejayaannya yaitu ketika dijadikannya Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara (827M). Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Mu’tazilah untuk menyebarluaskan paham ini kepada kaum muslimin. Namun dalam penyebarannya, Mu’tazilah melakukan pemaksaan atau yang disebut dengan mihnah. Mihnah adalah semacam ujian atau tes untuk mengetahui apakah mereka menerima ajaran Mu’tazilah atau tidak. Karena pemaksaan tersebut, Mu’tazilah dicabut ketetapannya sebagai mazhab resmi negara (856M). Kemudian muncul aliran teologi baru yang bernama Ahlussunnah wal jamaah.
B.   Nama Mu’tazilah
Mu’tazilah berasal dari kata “i’tazala” yang memiliki arti “memisahkan diri”, “menjauhkan diri”, dan “menyalahi pendapat orang lain”. Pemberian nama Mu’tazilah dihubungkan dengan peristiwa Washil bin Atha’ yang memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri, karena berbeda pendapat dengan dirinya. Washil bin Atha’ berpendapat bahwa “orang yang berbuat dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir, ia berada diantara keduanya”.


C.   Pokok-Pokok Ajaran Mu’tazilah
1.    al-Tauhid (keesaan Allah)
2.    al-‘Adl (keadilan Tuhan)
3.    al-Wa’d wa al-Wa’id (janji dan ancaman)
4.    al-Manzilah bain al-Manzilatain (posisi diantara dua posisi)
5.    Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
al-Tauhid (keesaan Allah)
Mu’tazilah tidak mengakui adanya sifat-sifat Allah, mereka berpendapat apabila Allah mempunyai sifat berarti ada dua yang qadim/kekal, yaitu sifat dan zat. Bagi Mu’tazilah yang qadim hanya satu yaitu Allah.
al-‘Adl (keadilan Tuhan)
Menurut Mu’tazilah, Tuhan tidak menghendaki apa yang akan diperbuat manusia, Tuhan itu adil dan tidak zalim terhadap manusia. Kejahatan atau kebaikan, manusia lah yang menentukan. Apabila berbuat jahat akan mendapat siksaan dan apabila berbuat baik pastilah akan mendapat pahala. Manusia bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.
al-Wa’d wa al-Wa’id (janji dan ancaman)
Janji Allah yang apabila manusia melakukan kebaikan diberikan pahala, dan apabila melakukan kejahatan mendapat siksaan. Itu merupakan janji Allah kepada umatnya dan pasti akan ditepati-Nya. Mu’tazilah menolak adanya syafaat dihari akhir karena bertentangan dengan janji Allah.
al-Manzilah bain al-Manzilatain (posisi diantara dua posisi)
Pendapat ini dikemukakan oleh Washil bin Atha’ sekaligus merupakan pendapat pertama kali dalam aliran Mu’tazilah. Menurut Mu’tazilah, seorang muslim yang melakukan dosa besar, ia tidak kafir dan ia juga tidak mukmin. Ia berada pada posisi diantara dua posisi.
Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
Mu’tazilah pernah melakukan kekerasan dalam memperjuangkan amar ma’ruf nahi munkar. Kekerasan yang dimaksud adalah pada peristiwa mihnah.
D.   Tokoh-Tokoh Mu’tazilah
Ø  Washil bin Atha’
Washil bin Atha’ lahir pada tahun 70H diMadinah. Ia pernah berguru dengan Hasan al-Bashri, mereka berdua sempat berselisih pendapat yang membuat Washil bin Atha’ menjauhkan diri dari gurunya sendiri. Pokok-pokok pikiran teologisnya adalah muslim yang membuat dosa besar, kekuasaan berbuat bagi manusia (free will) dan sifat Tuhan.
Muslim yang membuat dosa besar, Washil bin Atha’ pernah berpendapat bahwa seorang muslim yang berbuat dosa besar, ia tidak kafir dan juga tidak mukmin, ia berada diantara keduanya.
Kekuasaan berbuat bagi manusia (free will) yaitu manusia bebas memilih dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan perbuatannya sendiri, kebaikan atau kejahatn yang akan dipilih akan mendapatkan balasannya, apabila berbuat baik mendapat pahala dan apabila berbuat jahat akan mendapatkan siksaan.
Tentang sifat Allah, Washil bin Atha’ menolak adanya sifat Allah. Menurutnya Allah tidak mempunyai sifat, ia berpendapat bahwa yang dianggap orang sebagai sifat tidak lain kecuali zat Allah itu sendiri.
Ø  Abu Huzail al-Allaf
Abu Huzail al-Allaf lahir pada tahun 135H (751M) dan wafat tahun 235H (849M). Abu Huzail al-Allaf adalah orang yang menyusun dasar-dasar paham Mu’tazilah(as-ushul al-Khamsah). Ia berguru dengan Usman al-Thawil.
Ø  Al-Nazzam
Nama lengkap Al-Nazzam adalah Ibrahim bin Sayyar. Ia adalah murid Abu Huzail al-Allaf. Al-Nazzam banyak bergaul dengan ahli filsafat sehingga ia mempelajari dan menekuni ilmu ini.
Ø  Al-Jubba’i
Nama lengkap Al-Jubba’i adalah Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab. Al-Jubba’I lahir pada tahun 235H/849M di Juba’ dan wafat pada tahun 303H/915M di Bashrah. Ia berguru dengan al-Syahham. Pada zamannya, ilmu pengetahuan tetap berkembang pesat, meskipun situasi politik sedang tidak stabil.
Masa kejayaan Mu’tazilah adalah pada zaman Khalifah al-Makmun (813-833M) ketika aliran ini dijadikan mazhab resmi negara. Setelah al-Makmun wafat Mu’tazilah mengalami kemunduran. Banyak ulama yang tidak sependapat dan sejalan dengan aliran Mu’tazilah ini.

Ahlussunnah Wal Jamaah
1.    Latar Belakang Ahlussunnah Wal Jamaah (Sunny)
Ahlussunnah Wal Jamaah juga salah satu dari aliran-aliran teologi islam yang mempunyai pendapat tersendiri tentang bagaimana orang yang kafir. Ahlussunnah Wal Jamaah lahir dilatar belakangi oleh perbedaan paham yang terjadi antara Abu Hasan dengan gurunya yang memiliki pemahaman Mu’tazilah.
Pembahasan mengenai Ahlussunnah Wal Jamaah timbul karena beberapa perdebatan mengenai faham beberapa tokoh, tentang ajaran-ajaran islam. Ajaran islam yang dimaksud adalah hal yang berkaitan dengan Ilmu Kalam atau sebagian orang biasa menyebutnya dengan Ushuluddin yang berarti pokok – pokok agama. Kalau kita membicaraka tentang ushul (pokok) maka sudah barang tentu ada yang bersifat puru’ (cabang), yang lebih membahas aplikasi ibadah yang biasa dikerjakan setiap hari, seperti sholat, puasa, dan lain sebagainya. Maka dapat kita bedakan dari permasalahan mana Ahlussunnah Wal Jamaah timbul menjadi sebuah paham.
Munculnya firqoh-firqoh yang timbul karena perbedaan Ushuluddin atau pokok-pokok dalam agama. Perbedaan ini tentu didasari beragam, ada yang berlatar belakang politik, tahta, harta, dan ada juga yang berlatar belakang murni agama. Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan bagian dari pemahaman yang murni berlatar belakang agama. Lahirnya Ahlussunnah Wal Jamaah tentu dadasari oleh beberapa dalil-dalil. Sembilan dalil yang tertulis yang berupa hadits-hadits shohih. Kemudian dari kesembilan hadits tersebut penulis dapat menarik kesimpulan:
1.  Nabi Muhammad SAW. Mengabarkan sesuatu yang akan terjadi dalam lingkungan umat Islam secara mujizat, yaitu mengabarkan hal-hal yang akan terjadi. Kabar ini tentu diterima beliau dari Tuhan.
2.  Sesudah Nabi wafat akan ada perselisihan faham yang banyak, sampati 73 faham.
3.  Ada segolongan orang-orang muda pada akhir zaman yang sok aksi mengeluarkan dalil-dalil dari al Quran, tetapi keimanannya tidak melewati kerongkongannya.
4.  Ada dua golongan yang tidak sangkut paut dengan Islam, yaitu kaum Murji’ah dan Qadariyah.
5.   Ada 30 orang pembohong yang akan mendawahkan bahwa ia Nabi, padahal Nabi Muhammad merupakan penutup para Nabi. Ada juga orang-orang khawarij yang paling jahat.
6.  Diantara 73 golongan itu ada satu yang benar, yaitu kaum Ahlussunnah Wal Jamaah yang selalu berpegang teguh kepada sunnah Nabi dan sunnah Khalifah Rasyidin.
7.  Mereka ini akan mempertahankan fahamnya hingga hari kiamat.
Pengguanaan atau pemunculan paham Ahlussunnah Wal Jamaah timbul pada abad ketiga, yang dipimpin Imam Asyari dan Imam Maturidi. Pada saat itu ulama-ulama Mu’tazilah mengajar di Basrah, Kufah dan Baghdad. Ada 3 orang Khalifah Khalifah Abbasiyah yang menjadi tombak penting dalam golongan Mu’tazilah, yaitu Mamun bin Harun Al-Rasyid 198-218 H), Al Muthasim (218-227 H), dan Al Watsiq (227-232 H).
Dalam sejarah dinyatakan bahwa pada zaman itu terjadilah yang dinamakan “fitnah Quran makhluk” yang mengorbankan beribu ulama yang tidak sefaham dengan kaum Mu’tazilah. Pada masa Imam Asyari muda, ulama-ulama mutazilah sangat banya di Basrah, Kufah, dan Baghdad. Masa itu gilang-gemilangnya faham Mu’tazilah, karena didukung oleh pemerintah Abbasiyah. Imam Abu Hasa termasuk salah seorang pemuda yang  belajar pada ulama Mu’tazilah, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab al Jabi (wafat 303), - bukan pendiri faham Wahabi.

2.    Nama Ahlussunnah Wal Jamaah
Arti Ahlussunnah ialah penganut sunnah Nabi. Kemudian  Jamaah berarti penganut I’tiqad sebagai I’tiqad jamaah sahabat-sahabat Nabi. Kaum Ahlussunnah Wal Jamaah ialah kaum yang menganut pemahaman yang dianut oleh Nabi Muhammad SAW dan juga para sahabat beliau

3.    Pokok-Pokok Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah
Imam Abu Hasah melihat banyak pertentangan dari Al Quran dan Hadits mengenai pemahaman Mu’tazilah. Semenjak itulah ia keluar dari golongan Mu’tazilah. Kemudian pada suatu hari beliau naik sebuah mimbar di Basrah dan memperkenalkan dirinya dan menyampaikan pemahmannya yang menentang paham Mu’tazilah yaitu bahwa Quran itu makhluq. (Zumhurul Islam IV, halam 67). Kemudia beliau mengarang beberapa kitab, merumuskan Quran melalui sunnah Nabi dan para sahabat, dan diperinci dengan sebaik-baiknya.
Berkata Imam Zabidi, pengarang kitab Ittihaf Sadatil Muttaqin syarah Ihya Ulumuddin bahwa “Imam Asyari mengarang sekitar 200 kitab”. Imam Maturidi juga berjasa mengumpulkan dan memperinci pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah, sebagaiman yang dilakukan Imam Abu Hasan.
I’tiqad (faham) atau pokok-pokok ajaran kaum ahlussunnah wal jamaah yang telah disusun oleh Imam Abu Hasan al Asy’ari, terbagi atas beberapa bagian, yaitu:
1.    Tentang Ketuhanan, mengenai 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil, dan 1 sifat jaiz.
2.    Tentang Malaikat, mengenai 10 Malaikat yang wajib diketahui.
3.    Tentang Kitab-Kitab Suci, mengenai 4 Kitab yang wajib dipercaya.
4.    Tentang Rasul-Rasul, mengenai 25 Nabi dan Rasul yang wajib diketahui.
5.    Tentang Hari Kiamat, mengenai surga dan neraka tidak akan lenyap.
6.    Tentang Qhada dan Qadar, sesuatu yang terjadi sudah ditentukan oleh Allah.
Pembagian ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw. Ketika ditanya oleh seseorang, yang memiliki arti: “Maka beritahulah kami wahai  Rasulullah tentang Iman. Nabi Muhammad menjawab : Engkau mesti percaya kepada adanya Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabnyaNya, Rasul-rasulNya, Hari Akhirat dan Qhada dan Qadar (nasib baik dan nasib jelek). Hadits Riwayat Imam Muslim. Shohih Muslim Juz 1, halamaan 22).
Ada sekita 54 pemahaman yang berupaya diringkas oleh KH Sirojuddin Abbas, dalam bukunya I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Meskipun beliau mengungkapkan masih banyak butir pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah yang belum tertulis. Diantaranya ialah:
1.    Iman yang sempurna ialah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan mengerjakan dengan anggota tubuh.
2.    Tuhan itu ada, namanya Allah, dan ada 99 nama Allah.
3.    Quranul Karim adalah Kalam Allah yang Qadim (tidak memiliki permulaan).
4.    Anak-anak kafir kalau mati kecil masuk surga.
5.    Dan lain sebagainya.
Namun terliat beberapa perbedaan yang mencolok dengan golongan-golongan lain. Sehingga pemahaman pokok ini akan menjadi perbincangan yang hangat hingga akhir zaman.
Dalam kitab Bugyatul Mutarsyidin, karangan Mufti Syaikh Sayid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar, yang dikenal dengan julukan Ba’Alawi. Pada halaman 398, cetakan Mathbaah Amin Abul Majid, Cairo (1381 H). Bahwa 72 fiqoh itu berpokok pada 7 firqah, yaitu:
1.      Kaum Syiah, kaum yang berlebih-lebihan memuja Saidina Ali Kw. Mereka tidak mengakui Khalifah-khalifah Abu Bakar Dll. Golongan ini akan pecah menjadi 22 aliran.
2.      Kaum Khawarij, yaitu kaum yang berlebihan membenci Sayidina Ali Kw. Bahkan ada diantaranya yang mengkafirkan Sayidina Ali Kw. Firqoh ini berfatwa bhwa orang-orang yang membuat dosa-dosa besar menjadi kafir. Terpecah menjadi 20 aliran.
3.      Kaum Mutazilah, yang berfaham bahwa Tuhan tidak memiliki sifat, bahwa manusia membuat pekerjaannya sendiri, bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dalam syorga. Terpecah menjadi 20 aliran.
4.      Kaum Murji’ah, yang memfatwakan bahwa membuat maksia tidak memberi muhdorot jika sudah beriman. Tidak memberi manfaat berbuat kebaikan jika sudah kafir. Terbagi menjadi 5 aliran.
5.      Kaum Najjariyah berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak ada. Terbagi menjadi 3 aliran.
6.      Kaum Jabariya berpendapat bahwa manusia tidak berdaya, atau tidak dapat memiliki usaha sama sekali, hanya pasrah. Kaum ini hanya 1 aliran.
7.      Kaum Musyabbihah yang memfatwakan bahwa ada keserupaan Tuhan dengan manusia, umpamanya memiliki tangan, kaki, mata, duduk dikusi, naik tangga, dan lain sebagainya. Kaum ini hanya 1 aliran.
Adapun Kaum Qadariya termasuk gologngan Mutazilah, kaum Bahaiyah dan Ahmadiya Qadyan masuk golongan Syiah, kaum Ibnu Taymiyyah masuk dalam golongan kaum Musyabbihah dan kaum Wahabi masuk kaum pelaksana dari paham Ibnu Taymiyah.
4.    Tokoh-Tokoh Ahlussunnah Wal Jamaah
Pemahaman Nabi dan sahabat-sahabat itu telah termaktub dalam al Quran dan dalam sunnah Rasul secara terpencar-pencar, belum tersusun secara rapi dan teratur, tetapi kemudian dirumuskan secara mendalam dan rapi oleh seorang ulama Ushuluddin yang besar, yaitu Syaikh Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari (Lahir di Basrah tahun 260 H. – wafat di Basrah juga pada tahun 324 H. Dalam usia 64 tahun).
Karena itu ada orang yang memberi nama kepada kaum Ahlussunnah Wal Jamaah dengan kaum Asyariyah, jama dari Asyari, dikaitkan kepada Imam Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari tersebut.
Dalam-dalam kitab Ushuluddin biasa juga dijumpai perkataan “Sunny”, kependekan Ahlussunnah Wal Jamaah, orang-orangnya dinamai “Sunniyan”. Tersebut di dalam kitab “Ihtihaf Saudatul Muttaqin”, karangan Imam Muhammad bin Muhammad al Husni az Zabidi, yaitu kita syarah dari kita “Ihya Ulummuddin” karangan Imam Ghazali, pada jilid II, halaman 6, yang memiliki arti: “Apabila disebut kaum Ahlussunnah Wal Jamaah maka maksudnya ialah orang-orang yang mengikut rumusan (faham) Asyari dan Abu Mansur al Maturidi.”
Abu Mansur al Maturidi adalah seorang ulama Ushuluddin juga, yang fahamnya hampir sama dengan Abu Hasan al Asyari. Beliau wafat di daerah bernama Maturidi Samarqand, di Asia Tengah pada tahun 333 H, sembilan tahun setelah Abu Hasan al Asyari wafat.

Nama tokoh-tokoh yang melanjutkan perjuangan Sunny, diantaranya:
1)     Imam Abu Bakar al Qaffal (wafat 365 H)
2)     Imam Haramain al Juwaini (460 H)
3)    Imam al Ghazali (505 H)
4)    Imam Izzuddin bin Abdussalam (660 H)
5)    Imam Muhammad Nawawi al Bantani (1315 H), dari Indonesia
 

Pemahaman Kaum Mu’tazilah yang Bertentangan dengan Pemahaman Kaum Ahlussunnah Wal Jamaah
1.    Buruk dan baik ditentukan oleh akal
2.    Tuhan Allah tidak punya sifat
3.    Qura makhluk
4.    Pembuat dosa besar
5.    Tuhan tidak dapat dilihat
6.    Miraj Nabi Muhammad SAW
7.    Manusia menjadikan perkerjaannya
8.    Arasy dan kursi
9.    Malaikat Kiraman Katibin
10. Yang kekal
11. Tidak ada timbangan, hisab, titian, kolam, dan syafaat
12. Azab kubur
13. Soal shilah wal ashlah.


Daftar Pustaka
·     Drs. H. M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: citra niaga Rajawali Pers, 1993)
·     KH. Sirojuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah (Bandung: PT. Karya Nusantara, 1983)
.    A. Hanafi M.A, Pengantar Theology Islam (Jakarta: Al Husna Zikra, 1995)